Makro???

Ada medan magnet lain yang menyelimuti perpustakaan sekolahku. Entah kapan tepatnya hal itu bermula, yang jelas aku merasakan desiran asing setiap masuk ke dalamnya. Jantungku berdebar lebih kencang, namun bukan debar ketidaksabaran untuk membaca buku milik Dewi Lestari yang baru diterbitkan. Debaran ini lain dari debaran yang biasa aku rasakan.

Dan, selalu ada kekuatan magis yang membuat kakiku melangkah menuju lorong buku-buku kimia. Padahal di sana aku tidak mungkin membaca buku-buku itu, apalagi mencari refrensi menulis landasan teori praktikum laborat. Aku hanya ingin, mendengar suara seseorang di seberang lorong. Seseorang yang selalu bergelut dengan deretan buku-buku ekonomi, berdiskusi dengan teman-temannya, dan memaparkan berbagai hal di bidang perekonomian dengan istilah-istilah ekonomi yang tak kukenali. Mungkin, inilah pemicu desiran asing itu.

Bersamaan dengan gerakan tanganku mengambil buku, sayup-sayup suaranya mulai terdengar. “Nggak sulit kok bedainnya.”, suara itu menyihir saraf pendengaranku. Perpustakaan mendadak beku. Kucengkram erat-erat sisi buku yang kupegang sebagai kekuatan.
“Intinya, mikro itu mempelajari perilaku individu dan rumah tangga produksi dalam membuat keputusan mengenai alokasi sumber daya yang terbatas. Mengarahnya ke analisis satuan-satuan ekonomi, mencakup konsumen, produsen, eee terus investor, dan semua orang yang terlibat dalam roda perekonomian. Kalau makro kan khusus mempelajari mekanisme kerja perekonomian yang menyeluruh”. Sungguh, paparan yang diutarakan melalui suaranya, terdengar jauh lebih indah dari musikalisasi puisi yang dibawakan Zarry Hendrik bersama iringan gitar.

Tiba-tiba aku merasa perpustakaan semakin senyap. Suaranya pun menghilang tanpa ada kalimat penutup yang berpamitan.

“Sering banget pegang buku kimia sih, Dek?” Suara yang selalu kusimak dari kejauhan, kini melantun di telingaku dengan begitu dekat. Wajahnya berseri, rekahan senyum ramahnya turut menghiasi. Tidak ada satu pun organ tubuhku yang dapat kugerakkan detik ini, sehingga aku tidak tahu bagaimana caraku menjawab. “Kelas sepuluh materi kimianya sampai mana?” Tanyanya lagi.
Seperti tanpa ada koordinasi dengan otak, mulutku meluncurkan jawaban, “Makro.”
“Makro?”

Cerpen Karangan: Widyadewi Metta
Blog: wdymetta.blogspot.com

Penulis dapat dihubungi langsung melalui;
fb: Widyadewi Metta
twitter: @wdymetta
email: wdymetta[-at-]gmail.com

Komentar